Langkah Bu Tari terdengar dan terus
kupandangi sekujur tubuhnya yang semampai melenggok-lenggok, dari kepala sampai
kaki ketika dia berjalan kearahku. Stagen di pinggangnya sudah tak ada hingga
perutnya sedikit terlihat. Dadaku berdebar-debar. Berkali kali kutelan ludah.
“Kamu melihat Ibu, kaya Ibu ini
apaan sih?”, ucap Bu Tari genit mengibaskan tangan kanan di mukaku.
“Ibu cantik sekali, makin seksi, seksi sekali berkebaya dan Saya terangsang sekali” Ucapku asal saja menunjuk ke penisku.
“Hus. Sekali, sekali. Daripada melamun sini pijitin Ibu”, Ucap Bu Tari duduk membelakakingiku dan menepuk pundaknya. Aku pijit kedua pundaknya perlahan-lahan. Bu Tari kadang menggeliat keenakan.
“Ibu cantik sekali, makin seksi, seksi sekali berkebaya dan Saya terangsang sekali” Ucapku asal saja menunjuk ke penisku.
“Hus. Sekali, sekali. Daripada melamun sini pijitin Ibu”, Ucap Bu Tari duduk membelakakingiku dan menepuk pundaknya. Aku pijit kedua pundaknya perlahan-lahan. Bu Tari kadang menggeliat keenakan.
Makin lama pijitanku makin turun, ke
punggungnya, ke tulang-tulang rusuknya, ke pinggangnya. Tak lama kutarik
pundaknya dan kusandarkan punggungnya ke dadaku, kutempelkan pipi kananku ke
pipi kirinya. Lalu kupijit kedua pahanya, kuelus-elus dan kuremas-remas sampai ke
pinggulnya. Bu Tari memejamkan matanya. Pijitan bercampur elusan kedua tanganku
merambat naik dan berhenti di dadanya untuk meremas-remas buah dada yang
kurasakan besar dan kenyal itu. Mukaku kugesek-gesekan di rambut dan kondenya,
pipinya, dan kukulum-kulum telinganya. Deru napas Bu Tari mulai tak teratur
kadang diselingi desahan halus. Tangan kanannya mencoba meraih kepalaku, kadang
mencengkram lembut rambutku. Telapak tangan kirinya digosok-gosokan kepipi
kiriku. Remasan tanganku ke buah dadanya makin liar, mukaku meliuk-liuk
menciumi apa saja di kepalanya. Kubuka kancing baju kebayanya. Sembulan
sepertiga buah dada dari BH-nya indah sekali. Aku makin terangsang. Penisku
yang berdiri sejak tadi ingin meledak rasanya. Kutarik baju kebayanya turun ke
belakang hingga pundak dan lehernya bebas kuciumi dan jilati. Ibu Tari
mengerang nikmat. Kulingkarkan kedua tanganku memeluknya erat-erat. Bibir Bu
Tari yang setengah terbuka kusambar dengan bibirku dan kukulum habis. Ujung
lidah kami beradu, kutelusuri lidahnya sampai seberapa jauh dapat masuk, ke
rongga-rongga mulutnya. Begitu kami bergantian.
Aku dan Bu Tari mulai tak tahan,
kurebahkan dia disofa. Kutelusuri tubuhnya, kuciumi dari muka, dada, perut
paha, dan betisnya yang masih dibalut kain jarik. Naik lagi dan kutindih Bu
Tari. Erangannya makin merangsangku. Kubuka ikat pinggangku.
“Jangan disini sayang. Nanti kalau
Suti bangun…” Tiba-tiba ucap Bu Tari tak menyelesaikan kalimatnya. Kami
berdiri. Bu Tari melepas ritsluiting celanaku, memasukan tangannya ke celana
dalamku dan meremas-remas penisku yang tegang dengan geregetan.
“Heemm” Ucapnya lalu membimbingku masuk ke kamarnya berjalan mundur dengan memegang dan menarik penisku. Itu membuat kami tertawa.
“Heemm” Ucapnya lalu membimbingku masuk ke kamarnya berjalan mundur dengan memegang dan menarik penisku. Itu membuat kami tertawa.
Pintu kamar dikuncinya cepat-cepat.
Kubuka bajuku dan Bu Tari setengah menunduk membuka celanaku lalu mencari
penisku. Begitu dapat langsung dimasukan ke mulutnya, dijilati dihisap-hisap,
diciumi dan kadang dikocok-kocok dengan tangannya. Yang begini belum pernah dia
lakukan. Aliran kenikmatan merambat sampai ubun-ubun kepalaku. Aku memberinya
isyarat agar melepaskan penisku. Aku dipuncak nafsu dan ingin memasukan penisku
langsung saja ke vaginanya, tapi dia menolak. Badanku rasanya makin bergetar
dengan tulang yang mau berlepasan dan syaraf-syaraf di tubuhku rasanya
kelojotan nikmat. Bu Tari begitu bernafsu dan nikmat memainkan penisku di
mulutnya
Aku tak tahan dan minta rebahan di
ranjang. Bu Tari melepas baju kebayanya. Dengan tetap BH masih di dada dan kain
jariknya yang belum terlepas, mulutnya langsung mengejar burung pusakaku sampai
dua biji telornyapun dia cium, jilat dan hisap. Aku makin bergelinjang,
melayang-layang nikmat. Hingga dipuncaknya, aku tak sempat lagi memberitahunya
kalau spermaku mau keluar. Hingga akkhh…, crott…, croot…, Crroott. Spermaku muncrat
di dalam mulut Bu Tari. Tapi Bu Tari justru malah bernafsu, menelannya dan
terus menghisap-hisap penisku sampai bersih, kasat dan ngilu rasanya. Aku
terkejut. Bangun terduduk.
“Ibu telan? Apa ibu tidak jijik?”, Tanyaku bodoh.
Ibu Tari menggeleng, justru mukanya cerah, kepuasan terpancar di wajahnya. Aneh pikirku.
“Orang bilang, meminum air mani perjaka akan membuat perempuan awet muda. Lepas betul atau tidak yang terang Ibu sudah mencobanya barusan Sayang” Ucap Bu Tari lalu menciumiku dari muka sampai dadaku, sementara tangan kanannya terus meremas-remas penisku.
“Ayo lagi Sayang, Ibu pingin kamu puas” Ucap Bu Tari mesra. penisku yang tadi terkulai karena sudah keluar sperma dan shock mulai menegang lagi akhirnya. Bu Tari kembali mengulum dan menghisap-isap penisku.
“Kalau Ibu masih pingin, ambil semua sperma Saya” Ucapku, Ibu Tari tersenyum.
“Ibu telan? Apa ibu tidak jijik?”, Tanyaku bodoh.
Ibu Tari menggeleng, justru mukanya cerah, kepuasan terpancar di wajahnya. Aneh pikirku.
“Orang bilang, meminum air mani perjaka akan membuat perempuan awet muda. Lepas betul atau tidak yang terang Ibu sudah mencobanya barusan Sayang” Ucap Bu Tari lalu menciumiku dari muka sampai dadaku, sementara tangan kanannya terus meremas-remas penisku.
“Ayo lagi Sayang, Ibu pingin kamu puas” Ucap Bu Tari mesra. penisku yang tadi terkulai karena sudah keluar sperma dan shock mulai menegang lagi akhirnya. Bu Tari kembali mengulum dan menghisap-isap penisku.
“Kalau Ibu masih pingin, ambil semua sperma Saya” Ucapku, Ibu Tari tersenyum.
Kubuka BH-nya dan kutarik lilitan
kain jariknya. Bu Tari berdiri untuk memudahkan melepas kain jariknya. Tubuhnya
yang telanjang bulat langsung kuterkam, kurebahkan dan kutindih. Dua
payudaranya yang besar itu kuhisap-hisap putingnya bergantian. Tangan kananku
menggosok-gosok vaginanya. Kuciumi, kujilati dan kuhisap-hisap semua bagian
yang menurut instingku bisa membangkitkan gairahnya. Bibir, lidah, telinga, leher,
payudara, perut, pusar, paha, vagina, betis sampai ke jari dan telapak kakinya.
Tubuh Bu Tari bergelinjangan tak karuan dadanya naik-turun kelojotan. Tangan
kirinya meremas-meremas payudaranya dan tangan kanannya menggosok-gosok
vaginanya sendiri. Konde rambut Bu Tari hampir terlepas. Mulutku naik lagi ke
atas menyusuri betis dan paha hingga akhirnya berhenti di vaginanya. Dengan
kedua tanganku kusibak pelan bulu vaginanya. Kulihat belahan vaginanya yang
memerah berkilat dan bagian dalamnya ada yang berdenyut-denyut. Kuciumi dengan
lembut, bau divaginanya membuat sensasi yang aneh. Tak pernah ada bau seperti
ini yang pernah kukenal rasanya.
Dengan hidung kugesek-gesek belahan
vagina Bu Tari sambil menikmati aroma baunya. Erangan dan gelinjangan tubuhnya
terlihat seperti pemandangan yang indah sekaligus menggairahkan.
“Aakhhk…, eekhh…, nikmat sekali
sayang. Teruuss sayang”, Rintih Bu Tari.
Kujulurkan lidahku, kujilat sedikit vaginanya, ada rasa asin. Lalu dari bawah sampai atas kujulurkan lidahku menjilati belahan kewanitaannya. Begitu seterusnya naik turun sambil melihat reaksi Bu Tari.
“Akkhh…, Akkhh…, Akkhh…, Engghh” Bu Tari terus merintih nikmat, tangannya mencari tangan kananku, meremas-remas jariku lalu membawanya ke payudaranya. Aku tahu dia ingin yang meremas payudaranya adalah tanganku. Begitu kulakukan terus, tangan kananku meremas payudaranya, mulutku menjilati dan menghisap-hisap vaginanya, tangan kiriku mengelus-elus pinggang, paha sampai ke betisnya yang putih mulus dan halus itu.
Kujulurkan lidahku, kujilat sedikit vaginanya, ada rasa asin. Lalu dari bawah sampai atas kujulurkan lidahku menjilati belahan kewanitaannya. Begitu seterusnya naik turun sambil melihat reaksi Bu Tari.
“Akkhh…, Akkhh…, Akkhh…, Engghh” Bu Tari terus merintih nikmat, tangannya mencari tangan kananku, meremas-remas jariku lalu membawanya ke payudaranya. Aku tahu dia ingin yang meremas payudaranya adalah tanganku. Begitu kulakukan terus, tangan kananku meremas payudaranya, mulutku menjilati dan menghisap-hisap vaginanya, tangan kiriku mengelus-elus pinggang, paha sampai ke betisnya yang putih mulus dan halus itu.
“Akkhh…, sudah Sayang…, sudah…, ayo
sekarang Sayang Ibu sudah tak tahan akkhh…, masukan sayang, masukan” Desah Bu
Tari mengerang meraih kepalaku agar menghentikan jilatan di vaginanya dan minta
disetubuhi. Tanpa harus mengulangi lagi permintaannya langsung saja aku merangkak
naik, menindih tubuh Bu Tari. Bu Tari melebarkan pahanya. Penisku menuju
vaginanya. Beberapa kali kucoba, memasukan, beberapa kali pula gagal. Aku tak
tahu mana yang pas lubangnya, mana yang hanya belahan vagina. Tapi tangan Bu
Tari segera membantu, memegang penisku, membimbing ke depan lubang vaginanya
lalu berkata “Ya itu Sayang…, disitu…, tekan Sayang tekan…, disitu…, aakkhh…,
ayo Sayang…, Ibu tak tahan…, oo.., akkhh” Ibu Tari merintih ketika penisku yang
kutekan masuk seluruhnya ke lubang vaginanya. Sejenak tubuhku kaku, aku diam
saja, aku nervous. Batang penisku rasanya terjepit oleh dinding vagina Bu Tari
yang seperti berdenyut-denyut dan menghisap-hisap. Nikmat luar biasa. Ini yang
pertama.
Bu Tari menggoyang-goyangkan
pinggulnya, setengah berputar-putar dan kadang naik turun. Penisku yang
tertancap di vaginanya yang setengah becek dibuat seperti mainan yang
membuatnya nikmat tak karuan.
“Ayo Sayang…, ayo…, bareng-bareng Sayang… Ibu mau keluar Sayang…, ayo…, ayo..” Rintih Bu Tari dengan mata setengah terpejam dan mulutnya yang terus terbuka mendesah-desah dan kian kuat menggoyang-goyangkan pinggulnya. Akupun terus mengimbanginya sampai tiba-tiba Bu Tari seperti terdiam dan kedua tangannya merangkul leherku kuat-kuat dan dari mulutnya keluar desahan panjang. “Aakkhh…, Oukhh…, Engkhh…”, Bersamaan dengan rintih kepuasannya, denyutan dan hisapan vagina Bu Tari makin kuat dan nikmat rasanya. Akupun sudah tak tahan lagi dan ingin agar spermaku segera keluar. Karenanya kunaik-turunkan penisku, kuputar-putar dan kunaik-turunkan terus hingga akhirnya croott…, croott…, crroot. “Akhh…” Bersamaan dengan muncratnya spermaku di vaginanya, kembali Bu Tari mendesah nikmat. Napasku memburu, aku lemas sekali rasanya. Sementara Bu Tari tetap menggoyang-goyangkan pinggulnya dengan pelan dan tangannya mengelus-elus rambutku.
“Ayo Sayang…, ayo…, bareng-bareng Sayang… Ibu mau keluar Sayang…, ayo…, ayo..” Rintih Bu Tari dengan mata setengah terpejam dan mulutnya yang terus terbuka mendesah-desah dan kian kuat menggoyang-goyangkan pinggulnya. Akupun terus mengimbanginya sampai tiba-tiba Bu Tari seperti terdiam dan kedua tangannya merangkul leherku kuat-kuat dan dari mulutnya keluar desahan panjang. “Aakkhh…, Oukhh…, Engkhh…”, Bersamaan dengan rintih kepuasannya, denyutan dan hisapan vagina Bu Tari makin kuat dan nikmat rasanya. Akupun sudah tak tahan lagi dan ingin agar spermaku segera keluar. Karenanya kunaik-turunkan penisku, kuputar-putar dan kunaik-turunkan terus hingga akhirnya croott…, croott…, crroot. “Akhh…” Bersamaan dengan muncratnya spermaku di vaginanya, kembali Bu Tari mendesah nikmat. Napasku memburu, aku lemas sekali rasanya. Sementara Bu Tari tetap menggoyang-goyangkan pinggulnya dengan pelan dan tangannya mengelus-elus rambutku.
Beberapa saat kubiarkan tubuhku
menindih tubuh bugil Bu Tari tanpa tangan atau dengkulku menahan beban badanku.
Penisku tetap menancap di vaginanya. Ketika ingin kucabut Bu Tari melarangnya.
“Jangan sayang, jangan dicabut dulu, biarkan ibu memiliki dan menikmatinya,
peluk…, peluk…, tetap tindihlah Ibu sayang. Ibu puas, Kamu puas sayang hemm?..,
nikmat sayang?..” Ucap Bu Tari sambil terus menciumiku.
Malam itu kami habiskan tidur sambil
berpelukan di ranjang yang biasa Ibu Tari tidur dan bersetubuh dengan suaminya.
Tapi sejak malam itu dan disetiap kesempatan yang ada kusetubuhi pula Bu Tari
di ranjang yang sama. Aku tak perlu lagi hanya beronani dengan membayangkan
bersetubuh dengannya, begitupula Bu Tari tak perlu lagi hanya sekedar
membayangkan bersetubuh denganku jika ia melayani suaminya. Kami baru
bersetubuh di hotel jika salah satu dari kami sudah tak tahan lagi sementara
kesempatan di rumah tak ada. Atau ketika obsesiku kumat untuk bersetubuh dengan
Bu Tari dalam pakaian kebaya, kain jarik dan berkonde. Ini terkadang aneh,
berlama-lama Bu Tari ke salon rias, begitu selesai langsung ke Hotel dan
kuacak-acak sampai berantakan. (Aneh ya?!).
Sering pula jika keadaan
memungkinkan, Bu Tari suka menyelinap ke kamarku untuk “fast sex”. Seks cepat
dengan tetap masih berpakaian. Tandanya, Bu Tari masuk ke kamarku sudah tanpa
celana dalam dan dipuncak nafsu. Ini sering terjadi jika Bu Tari sedang butuh
tapi Pak Bagong tak acuh terus tidur.
Tentang vagina Bu Tari, mungkin itu
yang disebut vagina empot ayam. Vagina yang tak pernah kutemui pada semua
perempuan (adik-adik, Mbak-Mbak, tante-tante dan ibu-ibu rumah tangga yang muda
maupun tua) yang pernah kutiduri, sampai hari ini sekalipun diumurku yang 37
tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar